Berita & Artikel
Terapi Target dan Imunoterapi untuk Kanker Paru
Harapan baru bagi pasien kanker paru
Tingkat kelangsungan hidup telah mengalami peningkatan sebagai hasil dari berbagai bentuk pengobatan yang baru.
Terima kasih kepada berbagai terapi baru yang dikembangkan selama 15 tahun terakhir, pasien kanker paru kini dapat hidup jauh lebih lama daripada sebelumnya, ujar Dr Lim Hong Liang, seorang konsultan senior dalam bidang onkologi medis di Parkway Cancer Centre.
Di masa lampau, dokter sangat bergantung kepada kemoterapi, namun tingkat kelangsungan hidupnya tidak baik. Hanya sepertiga dari pasien kemoterapi yang bertahan hidup setelah satu tahun.
“Kemoterapi saja bukanlah pilihan yang sangat baik,” ujar Dr Lim yang berbicara pada sebuah seminar mengenai kanker baru-baru ini yang diselenggarakan oleh Channel NewsAsia dan Parkway Cancer Centre di Pan Pacific Singapore hotel.
Dalam ceramahnya, “Improving Lung Cancer Treatment with Targeted Therapy and Immunotherapy”, Dr Lim mengatakan bahwa dalam 15 tahun terakhir, berbagai pengobatan baru, seperti terapi target dan kini, imunoterapi, telah meningkatkan kelangsungan hidup. Pasien yang diobati dengan kemoterapi dan terapi target memiliki median angka kelangsungan hidup sebesar 2,5 hingga tiga tahun, bila dibandingkan dengan hanya sebesra 12 bulan bila pengobatan hanya dengan kemoterapi saja.
Terapi target adalah pengobatan yang menargetkan sel-sel kanker, berdasarkan mutase yang mungkin dimiliki oleh sel-sel kanker. Pada tahun 2004, mutasi pertama ditemukan dalam gen reseptor faktor pertumbuhan epidermal/epidermal growth factor receptor (EGFR). Sebuah obat bernama Iressa, yang dapat menargetkan sel-sel kanker yang memiliki mutasi ini, dikembangkan. Sejak tahun 2004, semakin banyak mutasi yang telah ditemukan dan semakin banyak obat-obatan yang dikembangkan untuk menargetkan mutasi-mutasi ini.
Kemoterapi mempengaruhi semua sel, sedangkan terapi target lebih terfokus. Hasilnya, efek samping dari zat target bersifat ringan. Selain itu, responnya pun cepat dan biasanya dikaitkan dengan berkurangnya volume tumor secara signifikan. Ini berarti terjadi perbaikan yang cepat pada gejala-gejala yang berkaitan dengan tumor, seperti nyeri dan batuk. Durasi pengendalian tumor juga lebih lama dengan terapi target.
“Sangat umum untuk mendapatkan respon yang baik,” ujarnya. Dr Lim Hong Liang dapat memberi contoh salah seorang pasiennya yang tidak mau menjalani kemoterapi dan hanya menggunakan Iressa saja. Pasien tersebut bertahan hidup selama 31 bulan. Karena sebagian besar zat target berbentuk obat oral, pasien dapat terhindar dari kanulasi dan kunjungan yang sering ke klinik untuk menjalani infus.
Terapi target juga berguna bagi pasien yang kankernya telah bermetastasis ke dalam otak. Tidak seperti kemoterapi, zat target menembus sawar darah otak dengan lebih baik untuk mencapai kadar obat yang lebih tinggi di dalam otak sehingga dapat mengendalikan tumor dengan lebih baik.
Meski demikian, terapi target bukanlah pilihan bagi semua orang karena tidak semua pasien kanker paru menderita kanker yang mutasinya dapat ditargetkan. Untungnya, kini ada berbagai pilihan lain, termasuk terapi baru yang dikenal sebagai imunoterapi.
Imunoterapi menggunakan obat-obatan untuk menstimulasi atau membuat perubahan pada sistem imun tubuh untuk membantunya mengidentifikasi dan memerangi sel-sel kanker.
“Kami telah meneliti selama bertahun-tahun mengenai penggunaan sistem imun tubuh sendiri, namun kami tidak berhasil hingga beberapa tahun yang lalu,” ujar Dr Lim.
Salah satu cara sel-sel tumor menghindari deteksi dan penghancuran oleh sistem imun tubuh adalah dengan mengeluarkan protein PD-L1 secara berlebihan di permukaannya.
Antibodi yang menargetkan PD-1 atau PD-L1 dapat membuat sel-sel imun tubuh mengenali dan membunuh sel-sel kanker. Obat-obatan seperti Keytruda dan Opdivo telah dikembangkan untuk menargetkan PD-1, sedangkan obat-obatan seperti Tecentriq, mengunci dirinya pada PD-L1.
Dr Lim Hong Liang mengatakan bahwa ia sangat gembira dengan imunoterapi karena obat-obatan ini dapat menjaga kanker tetap terkendali untuk waktu yang sangat lama. Obat-obatan ini juga ditoleransi dengan baik oleh para pasien.
Imunoterapi meningkatkan angka kelangsungan hidup jangka panjang. Untuk pasien imunoterapi, angka kelangsungan hidup selama lima tahun adalah sebesar 16 persen, dibandingkan dengan 5 persen bila tanpa imunoterapi.
Kanker paru: Tingkat kejadiannya tinggi, tingkat kelangsungan hidupnya rendah
Di Singapura, kanker paru berada pada peringkat kedua sebagai kanker yang paling umum dijumpai pada pria dan peringkat ketiga sebagai kanker yang paling umum dijumpai pada wanita. Pria memiliki risiko terkena kanker paru tiga kali lebih besar daripada wanita. Di antara 3 kelompok etnis utama, orang Cina memiliki risiko paling tinggi, diikuti oleh orang Melayu dan India.
Terdapat dua jenis utama kanker paru: kanker paru sel kecil/small cell lung cancer (SCLC) dan kanker paru non-sel-kecil/non-small cell lung cancer (NSCLC). Lebih dari 80 persen dari seluruh kanker paru adalah NSCLC. NSCLC cenderung lebih lambat dalam hal pertumbuhan dan penyebaran. Bila ditemukan secara dini, NSCLC dapat disembuhkan dengan operasi atau radioterapi. Di sisi lain, SCLC bertumbuh dan menyebar dengan cepat.
Namun, kanker paru cenderung terlambat ditembukan dan oleh sebab itulah angka kelangsungan hidup kanker paru relatif rendah.
Jimmy Yap
DIPOSTING DI | Perawatan Kanker |
LABEL | cara baru untuk mengobati kanker, imunoterapi, infeksi paru, kemoterapi, mutasi kanker, obat kanker, terapi yang ditargetkan / terapi target |
BACA SELENGKAPNYA TENTANG | Kanker Paru-Paru |
DITERBITKAN | 11 Januari 2018 |